PENYAKIT-PENYAKIT HATI (RIYA)
Syarat paling utama suatu amalan diterima di sisi Allah adalah ikhlas. Tanpanya, amalan seseorang akan sia-sia belaka. Syaiton tidak henti-hentinya memalingkan manusia, menjauhkan mereka dari keikhlasan. Salah satunya adalah melalui pintu riya’ yang banyak tidak disadari setiap hamba.
Yang dimaksud riya’ adalah seseorang melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya. Termasuk dalam definisi riya’ adalah sum’ah, yakni melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang dilakukan, sehingga pujian dan ketenaran pun datang. Riya’ dan semua derivatnya merupakan perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik.
Riya berasal dari kata ru’yah (penglihatan) sebagaimana sum’ah berasal dari kata sam’u (pendengaran) dari sekedar makna bahasa ini bisa difahami bahwa riya adalah ingin diperhatikan atau dilihat orang lain. Dan para ulama mendefiniskan riya' adalah menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka.
Dari definisi tersebut jelas bahwa dasar perbuatan riya’ adalah untuk mencari keredhoan, penghargaan, pujian, kedudukan atau posisi di hati manusia semata dalam suatu amal kebaikan atau ibadah yang dilakukannya.
Sering keberadaan riya' ini luput dari pengamatan dan perasaan seseorangdikarenakan begitu halusnya sehingga ada yang mengibaratkan bahwa ia lebih halus daripada seekor semut hitam diatas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Padahal keberadaan riya dalam suatu amal amatlah berbahaya dikarenakan ia dapat menghapuskan pahala dari amal tersebut.
Karena itu, ia disebut juga dengan syirik yang tersembunyi, sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy berkata,
”Rasulullah pernah menemui kami dan kami sedang berbincang tentang al masih dajjal. Maka beliau bersabda, ”Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang aku takutkan terhadap kalian daripada al masih dajjal?’ kami menjawab,’Tentu wahai Rasiulullah.’ Beliau berkata,’ Syrik yang tersembunyi, yaitu orang yang melakukan sholat kemudian membaguskan sholatnya
tatkala dilihat oleh orang lain,”
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻋَﻦ ﺻَﻠَﺎﺗِﻬِﻢْ ﺳَﺎﻫُﻮﻥَ
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢْ ﻳُﺮَﺍﺅُﻭﻥ
َ
Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya,”
(QS. Al ma’un : 4 – 6)
Al Qurthubi mengatakan bahwa makna dari “orang-orang yang berbuat riya,” adalah orang yang (dengan sholatnya) memperlihatkan kepada manusia bahwa dia melakukan sholat dengan penuh ketaatan, dia sholat dengan penuh ketakwaan seperti seorang yang fasiq melihat bahwa sholatnya sebagai suatu ibadah atau dia sholat agar dikatakan bahwa ia seorang yang (melakukan) sholat. Hakekat riya’adalah menginginkan apa yang ada di dunia dengan (memperlihatkan) ibadahnya. Pada asalnya riya adalah menginginkan kedudukan di hati manusia. (al jami’ Li Ahkamil Qur’an juz XX hal 439)
Dari Abu Hurairoh bahwa telah berkata seorang penduduk Syam yang bernama Natil kepadanya,
”Wahai Syeikh ceritakan kepada kami suatu hadits yang engkau dengar dari Rasulullah saw"
Abu Hurairoh menjawab, Baiklah. Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya orang yang pertama kali didatangkan pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid dan dia diberitahukan berbagai kenikmatannya sehingga ia pun mengetahuinya."
Kemudian orang itu ditanya,
"Apa yang telah engkau lakukan di dunia?"
Orang itu menjawab,
"Aku telah berperang dijalan-Mu sehingga aku mati syahid."
Dikatakan kepadanya,
"Engkau berbohong, sesungguhnya engkau berperang agar engkau dikatakan seorang pemberani dan (gelar) itu pun sudah engkau dapatkan."
Kemudian Allah memerintahkan agar wajah orang itu diseret dan dilemparkan ke neraka. Kemudian didatangkan lagi seorang pembaca Al Qur’an dan dia diberitahukan berbagai kenikmatan maka dia pun mengetahuinya. Dikatakan kepadanya,
”Apa yang engkau lakukan di dunia?"
Orang itu menjawab,
"Aku telah mempelajari ilmu dan mengajarinya dan aku membaca Al-Qur’an karena Engkau."
Maka dikatakan kepadanya,
"Engkau berbohong sesungguhnya engkau mempelajari ilmu agar engkau dikatakan seorang yang alim dan engkau membaca Al-Qur’an agar engkau dikatakan seorang pembaca Al-Qur’an dan engkau telah mendapatkan (gelar) itu."
Kemudian Allah memerintahkan agar wajahnya diseret dan dilemparkan ke neraka.
Kemudian didatangkan lagi seorang yang Allah berikan kepadanya kelapangan (harta) dan dia menginfakkan seluruh hartanya itu dan dia diberitahukan berbagai kenikmatan maka dia pun mengetahuinya.
Dikatakan kepadanya,
”Apa yang engkau lakukan di dunia?"
Orang itu menjawab,
"Aku tidak meninggalkan satu jalan pun yang Engkau sukai untuk berinfak didalamnya kecuali aku telah menginfakkan didalamnya karena Engkau."
Maka dikatakan kepadanya,
"Engkau berbohong sesungguhnya engkau melakukan hal itu agar engkau disebut sebagai seorang dermawan dan engkau telah mendapatkan (gelar) itu. Kemudian orang itu diperintahkan agar wajahnya diseret dan dilemparkan ke neraka.”
(HR.Muslim)
Adapun beberapa kiat untuk menghilangkan penyakit riya’, menurut Imam Ghozali adalah :
1. Menghilangkan sebab-sebab riya’, seperti kenikmatan terhadap pujian orang lain, menghindari pahitnya ejekan dan anusias dengan apa-apa yang ada pada manusia, sebagaimana hadits Rasulullah saw dari Abu Musa berkata,
”Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan mengatakan, ’Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang orang yang berperang dengan gagah berani, orang yang berperang karena fantisme dan orang yang berperang karena riya’ maka mana yang termasuk dijalan Allah? Maka beliau saw bersabda, ’Siapa yang berperang demi meninggikan kalimat Allah maka dia lah yang berada dijalan Allah.” (HR. Bukhori)
2. Membiasakan diri untuk menyembunyikan berbagai ibadah yang dilakukannya hingga hatinya merasa nyaman dengan pengamatan Allah swt terhadap berbagai ibadahnya itu.
3. Berusaha juga untuk melawan berbagai bisikan setanuntuk berbuat riya pada saat mengerjakan suatu ibadah.
Wallahu A’lam
Komentar
Posting Komentar