HUKUM MAKRUH BAGI SEORANG MUSLIM YANG TIDAK BERQURBAN
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh.
Sabda Nabi SAW :
"Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim) dari Abu Hurairah RA.
Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91, Perkataan Nabi
"fa laa yaqrabanna musholaanaa"
janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang yang tak berqurban padahal mampu untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha.
Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii‘) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya.
Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat, Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata, "Ini milik Allah" atau "Ini binatang qurban" (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari,1994)
Komentar
Posting Komentar